“biarkan aku
sendiri bu”, budi menghadapkan wajahnya ke tembok, tidak ingin menatap wajah
ibunya. “ ini yang selama ini mengalir di darahku, inikah yang selama ini
menghidupi kami ? sangat hina bu, sangat hina !”. ibu menahan tangisnya sambil
menundukan kepala. “ maafkan ibu nak, ibu terpaksa melakukan ini demi kalian ”.
“tapi apakah tidak ada pekerjaan lain ? bukankah ibu yang mengajarkan kepada
kami untuk menjauhi hal-hal semacam ini ?”. hening.
“besok aku akan
menyusul ayah ke jakarta”. budi memecah kesunyian. “tetapi anakku, kita tidak
tahu di mana ayah sekarang, masih hidup atau tidak kita tidak tahu. bagaimana
kamu dapat menemukannya di ibu kota seluas jakarta ?”, ibu mencoba mengurungkan
niat budi. “ah, aku tidak peduli, labih baik sekalian aku mati di sana daripada
harus makan dari uang haram.”
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar