Senin, 09 Mei 2011

Ketika Ku Jauh Dari Islam

“Di mana aku ?“  “Ada apa ini ?”  “Mengapa semua orang-orang menangis ?“ “aku bisa melihat seluruh tubuh ku, aku terbang  melayang bagai angin”, “ Apa yang terjadi pada diri ku ?” “ Aku mati ?!”  “ Ya Allah, berikan aku hidup sekali lagi, aku menyesal !, “ ucap Zaki yang telah berada di dunia lain. Zaki adalah anak tunggal dari saudagar terkaya di desanya. Semassa hidupnya dihabiskan untuk bermaksiat sepeti berjudi, minuman keras, hingga free sex. Ayahnya yang sering tidak ada di rumah karena sibuk dengan dunia bisnis, memberikan peluang besar untuk Zaki berbuat sesuka hati. Ibunya adalah sosok perempuan soleha yang penuh akan kesabaran dan kelamah lembutan.
Berulang kali sang ibu memperingatkan Zaki untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan buruknya dan segera bertobat kepada Allah,  tetapi sedikit pun tidak dihiraukan. Sang  Ibu hanya dapat berdo’a sambil menahan kesedihan yang teramat dalam dan tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada sang suami, karena takut nanti suaminya berlaku kasar hingga mengusir buah hati satu-satunya itu, di tambah lagi sang suami juga sedang mengidap penyakit jantung  ditakutkan nanti  akan mengganggu kesehatannya, maka dari itu sang Ibu lebih memilih untuk  tabah, tenang, dan bersikap seperti biasa ketika sang suami sedang berada di rumah.
Suatu malam sebelum Zaki meninggalkan rumah, “ Nak sampai kapan kamu akan terus begini ?” kata Ibu membuka keheningan malam. “ Pikirkan ayah mu yang bekerja keras demi masa depan mu nak ! “ tambah Ibu dengan nada lembutnya. “ Hei orang tua, aku ini bukan anak TK lagi yang bisa kau omeli seenaknya, jangan kamu menggurui aku terus, muak dan mual perut ku mendengar nasehat-nasehat sampah mu yang cuma membuang waktu !” bentak Zaki sambil mengacungkan telunjuk ke arah wajah ibunya yang  tertunduk berlinang air mata. Setelah meluapkan emosinya, Zaki segera meninggalkan rumah tanpa rasa bersalah sedikit pun dan mengarahkan mobilnya menuju sebuah diskotik tempat dimana teman-teman maksiatnya berkumpul. Di dalam perjalanan menuju diskotik, HP Zaki berdering “Hallo knapa, ada perlu apa ?!” jawab Zaki dengan nada tinggi. “Den, Ibu tadi mengaku kepalanya pusing dan sekarang pingsan” Kata bi Tukiyem pembantu rumah Zaki yang mulai gemetaran memegang gagang telepon karena panik dan takut mendengar suara Zaki yang tampak marah. “Terus, mau kamu apa ?” “menyuruh saya balik ke rumah dan mengurusi orang tua yang sok suci itu ?!” balas Zaki dengan kesal. “ Awas kalau menelpon saya lagi, Silahkan angkat kaki dari rumah saya !” tambah Zaki sambil memukulkan tangannya ke stir. Tidak tampak rasa khawatir sedikitpun diwajahnya, di tambah kondisi jalan yang sedang macet total Kemarahan Zaki semakin menjadi-jadi, omelan dan kata-kata kotor khas Surabaya pun dilontarkan berkali-kali beriringan dengan suara klakson mobil-mobil di jalan yang sedang macet. 
“Nasi telah menjadi bubur” itulah yang dirasakan Zaki sekarang, ia hanya dapat menangis menyesali perbuatan semassa hidupnya yang penuh dengan kehidupan maksiat dan durhaka kepada kedua orang tua. “ Ibu, ayah, bibi maafkan aku” ucap Zaki yang tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Dia menyaksikan jasadnya tengah dipikul menuju liang lahat. Rasa cemas, menyesal, dan takut berkecimuk menyelimuti dirinya. Sanak saudara dan pelayat lainnya mengiringi kepergiannya dari belakang dengan bersahut-sahutan isak tangis, lantunan kalimat “ la illaha ilallah” begitu jelas terngiang ditelinganya. Ketika jasadnya dimasukkan ke dalam lubang peristirahatan terakhir itu, dan timbunan tanah akan mengenai wajahnya “ TIIIDAAAK ! “ Allah aku tobat, tolong kembalikan aku ke dunia, aku berjanji akan menjadi manusia yang soleh, aku akan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua,” timbunan pertama pun menganai wajah jasad Zaki. ” Aku ingin berubah…. Arrghhh !! aku menyesal ya Allah ! Teriak Zaki meraung-raung histeris.
“Cklik” lampu kamar menyala menerangi seisi kamar dan membangunkan Zaki dari dunia mimpinya. Dia melihat ke sekeliling kamar ada ayah, ibu dan bi Tukiyem yang terbangun oleh teriakannya yang keras. “ Alhamdulillah, Allah Maha Besar, trima kasih ya Allah, Engkau telah menegur dan menyadarkan hamba yang bergelimang dosa ini” Ucap Zaki ketika menyadari kejadian itu adalah mimpi. “ Ayah, ibu, bibi, aku minta maaf “ kata zaki sambil menuju ke arah pelukan ke dua orang tuanya. “ Aku berjanji akan menjadi anak yang soleh dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk ku”. Kata Zaki yang bernada penuh kesungguhan. “ ya nak, ayah, ibu, bibi, telah memaafkan mu nak ” jawab ayah yang mulai tidak kuasa menahan tangisnya. Ibu mencium pipi Zaki dengan penuh rasa sayang “ ya Allah terima kasih telah menyadarkan zaki kecil ku” dipeluk erat tubuh Zaki dengan hangat oleh kedua orang tuanya. Bibi yang menyaksikan di depan pintu juga tidak mampu menahan air matanya melihat suasanya yang amat mengharukan tersebut. Setelah mimpi itu, Zaki tersadar bahwa hidup di dunia ini hanya sesaat maka dia bertakad untuk rajin bertakwa kepada Allah. Dia yakin ini adalah teguran dari Allah. Dia terlihat begitu semangat dan antusias mempelajari ilmu Islam. Hari-hari pun terasa lebih hidup bagi Zaki, senyum, sapa, canda, tawa, penuh kebahagiaan adalah Zaki yang Sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar